Friday, November 2, 2012

Makalah Pernikahan Siri dalam PAI


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA N 4 Pekalongan Tahun 2011-2012.

PERNIKAHAN SIRI


A.   PENGERTIAN
Nikah Siri, yaitu pernikahan yang dilakukan oleh wali pihak perempuan dengan seorang laki-laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, tetapi tidak dilaporkan atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).
Istilah nikah siri atau nikah yang dirahasiakan memang sudah dikenal di kalangan para ulama. Hanya saja nikah siri yang dikenal pada masa dahulu berbeda pengertiannya dengan nikah siri pada saat ini. Dahulu yang dimaksud dengan nikah siri yaitu pernikahan sesuai dengan rukun-rukun perkawinan dan syaratnya menurut syari’at, hanya saja saksi diminta tidak memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada khalayak ramai, kepada masyarakat, dan dengan sendirinya tidak ada walimatul-’ursy. Adapun nikah siri yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang ini adalah pernikahan yang dilakukan oleh wali atau wakil wali dan disaksikan oleh para saksi, tetapi tidak dilakukan di hadapan Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi pemerintah atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama Islam atau di Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama Islam.
Nikah Siri dalam pandangan masyarakat  mempunyai  tiga pengertian :
a)  Pengertian Pertama : Nikah Siri adalah pernikahan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi  tanpa wali dan saksi. Inilah pengertian yang pernah diungkap oleh Imam Syafi’I di dalam kitab Al Umm  5/ 23, “ Dari Malik dari Abi Zubair berkata bahwa suatu hari Umar dilapori tentang pernikahan yang tidak disaksikan kecuali seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka beliau berkata, “Ini adalah nikah siri, dan saya tidak membolehkannya, kalau saya mengetahuinya, niscaya akan saya rajam (pelakunya)”.
Atsar di atas dikuatkan dengan hadist Abu Hurairah ra, “Bahwa nabi Muhammad saw melarang nikah siri (HR at Tabrani di dalam al Ausath dari Muhammad bin Abdus Shomad bin Abu al Jirah yang belum pernah disinggung oleh para ulama, adapaun rawi-rawi lainnya semuanya tsiqat (terpecaya) (Ibnu Haitami, Majma’ az-Zawaid wal Manbau al Fawaid (4/62) hadist  8057) Pernikahan Siri dalam bentuk yang pertama ini hukumnya tidak sah.
b)  Pengertian Kedua : Nikah Siri adalah pernikahan yang dihadiri oleh wali dan dua orang saksi, tetapi saksi-saksi tersebut tidak boleh mengumumkannya kepada khayalak ramai. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum nikah seperti ini :
Pendapat Pertama : menyatakan bahwa nikah seperti ini hukumnya sah tapi makruh. Ini pendapat mayoritas ulama, diantaranya adalah Umar bin Khattab, Urwah, Sya’bi, Nafi’,  Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I, Imam Ahmad (Ibnu Qudamah, al Mughni, Beirut, Daar al Kitab al Arabi,:7/434-435). Dalilnya adalah hadist Aisyah ra, bahwa  Rasulullah saw bersabda, “Tidak sah suatu pernikahan kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil (HR Daruqutni dan al Baihaqi). Hadits ini dishohihkan oleh Ibnu Hazm di dalam (Al-Muhalla:9/465).
Hadits di atas menunjukkan bahwa suatu pernikahan jika telah dihadiri wali dan dua orang saksi dianggap  sah, tanpa perlu lagi diumumkan kepada khayalak ramai. Selain itu, mereka juga mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah akad mu’awadhah (akad timbal balik yang saling menguntungkan), maka tidak ada syarat untuk diumumkan, sebagaimana akad jual beli. Begitu juga pengumuman pernikahan yang disertai dengan tabuhan rebana  biasanya dilakukan setelah selesai akad, sehingga tidak mungkin dimasukkan dalam syarat-syarat pernikahan. Adapun perintah untuk mengumumkan yang terdapat di dalam beberapa hadist menunjukkan anjuran dan bukan suatu kewajiban.
Pendapat Kedua : menyatakan bahwa nikah seperti ini hukumnya tidak sah. Pendapat ini dipegang oleh Malikiyah dan sebagian dari ulama madzhab Hanabilah (Ibnu Qudamah, al Mughni:7/435, Syekh al Utsaimin, asy-Syarh al-Mumti’ ’ala Zaad al Mustamti’, Dar Ibnu al Jauzi, 1428, cet. Pertama:12/95). Bahkan ulama Malikiyah mengharuskan suaminya untuk segera menceraikan istrinya, atau membatalkan pernikahan tersebut, bahkan mereka menyatakan wajib ditegakkan had kepada kedua mempelai jika mereka terbukti sudah melakukan hubungan seksual. Begitu juga kedua saksi wajib diberikan sangsi jika memang sengaja untuk merahasiakan pernikahan kedua mempelai tersebut.  (Al Qarrafi, Ad Dzakhirah, tahqiq: DR. Muhammad al Hajji,  Beirut, Dar al Gharb al Islami, 1994, cet: pertama : 4/401)  Mereka berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Hatib al Jumahi, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Pembeda antara  yang halal  (pernikahan) dan yang haram  (perzinaan) adalah gendang rebana dan suara (HR an Nasai dan al Hakim dan beliau menshohihkannya serta dihasankan yang lain)
Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid, dan pukullah rebana untuk mengumumkannya." (HR Tirmidzi, Ibnu Majah) Imam Tirmidzi  berkata : Ini merupakan hadits gharib hasan pada bab ini.
c)  Pengertian Ketiga : Nikah Siri adalah pernikahan yang dilakukan dengan adanya wali dan dua orang saksi yang adil serta adanya ijab qabul, hanya saja pernikahan ini  tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan Negara, dalam hal ini adalah KUA.
B.   PENYEBAB PERNIKAHAN SIRI

a)  Faktor biaya, yaitu sebagian masyarakat khususnya yang ekonomi mereka menengah ke bawah merasa tidak mampu membayar administrasi pencatatan yang kadang membengkak dua kali lipat dari biaya resmi.
b) Faktor tempat kerja atau sekolah, yaitu aturan tempat kerjanya atau kantornya atau sekolahnya tidak membolehkan menikah selama dia bekerja atau menikah lebih dari satu istri.
c)  Faktor sosial, yaitu masyarakat sudah terlanjur memberikan stigma negatif kepada setiap yang menikah lebih dari satu, maka untuk menghindari stigma negatife tersebut, seseorang tidak mencatatkan pernikahannya kepada lembaga resmi.  
d) Faktor – faktor lain yang memaksa seseorang untuk tidak mencatatkan  pernikahannya.

C.   HUKUM
Pertama : Menurut Syariat, Nikah Siri dalam katagori ini, hukumnya sah dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, karena syarat-syarat dan rukun pernikahan sudah terpenuhi.
a) Hukum pernikahan tanpa wali
Pernikahan tanpa wali dilarang dalam Islam. Ketentuan ini didasarkan pada hadits yang dituturkan dari shahabat Abu Musa bahwa Rasulullah bersabda:
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.”
b) Nikah yang tidak dicatatkan pada lembaga catatan sipil negara
Pernikahan semacam ini sah bila memenuhi rukun-rukun pernikahan, yaitu adanya wali, dua orang saksi, dan ijab qabul. Nabi telah mendorong umatnya untuk mengumumkan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. Walimah sangat dianjurkan walaupun hukumnya tidak sampai wajib (yakni sunah muakkad).
Banyak hal positif yang dapat diraih seseorang dari walimah, di antaranya untuk mencegah munculnya fitnah, (in mud,ihkan masyarakat memberikan kesaksian apabila ada persoalan yang menyangkut kedua mempelai, dan dimudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang memilih menikah atau belum.
Kedua : Menurut Hukum di Indonesia dengan merujuk pada RUU pernikahan di atas, maka nikah siri semacam ini dikenakan sangsi hukum seiring dengan perkembangan zaman dan permasalahan masyarakat semakin komplek, maka diperlukan penertiban-penertiban terhadap hubungan antar individu di dalam masyarakat. Maka, secara umum Negara berhak membuat aturan-aturan yang mengarah kepada maslahat umum, dan Negara berhak memberikan sangsi kepada orang-orang yang melanggarnya. Hal itu sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi : “Kebijaksanaan pemimpin harus mengarah kepada maslahat masyarakat (As Suyuti, al Asybah wa An-Nadhair, Bierut, Dar al Kutub al Ilmiyah, 1993, Cet. Pertama,  hlm : 121).
     Maka, dalam ini, pada dasarnya Negara berhak untuk membuat peraturan agar setiap orang yang menikah, segera melaporkan kepada lembaga pencatatan pernikahan. Hal itu dimaksudkan agar setiap pernikahan yang dilangsungkan antara kedua mempelai mempunyai kekuatan hukum, sehingga diharapkan bisa meminimalisir adanya kejahatan, penipuan atau kekerasan di dalam rumah tangga, yang biasanya wanita dan anak-anak menjadi korban utamanya.
     Oleh karenanya, jika memang tujuan pencatatan pernikahan adalah untuk melindungi hak-hak kaum wanita dan anak-anak serta untuk kemaslahatan kaum muslimin secara umum, maka mestinya Negara tidak mempersulit proses pencatatan pernikahan tersebut. Wallahu A’lam.
  Bagaimana hukumnya kalau nikah tanpa diwakili kedua belah pihak keluarga, apakah sudah sah menurut agama Islam?
Syarat sahnya suatu pernikahan adalah dengan adanya wali dan dua orang saksi, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang “Artinya, tidak sah nikah seseorang kecuali dengan dihadiri wali dan dua orang saksi yang adil”.
Akibat hukum dari nikah siri itu sendiri adalah:
a)   Sebagai seorang istri kita tidak dapat menuntut suami untuk memberikan nafkah baik lahir maupun batin.
b)  Untuk hubungan keperdataan maupun tanggung jawab sebagai seorang suami sekaligus ayah terhadap anakpun tidak ada. “seperti nasib anak hasil dari pernikahan yang dianggap nikah siri itu, akan terkatung-katung.Tidak bisa sekolah karena tidak punya akta kelahiran. Sedangkan, semua sekolah saat ini mensyaratkan akta kelahiran,”
c)   Dalam hal pewarisan, anak-anak yang lahir dari pernikahan siri maupun isteri yang dinikahi secara siri, akan sulit untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya hubungan hukum antara anak tersebut dengan bapaknya atau antara isteri siri dengan suaminya tersebut.
D.  DAMPAK PERNIKAHAN SIRI
Dampak Positif :
a)    Meminimalisasi adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit AIDS, HIV maupun penyakit kelamin yang lain.
b)   Mengurangi beban atau tanggung jawab seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarganya.
Dampak Negatif : 
a)    Berselingkuh merupakan hal yang wajar
b)   Tidak adanya kejelasan status isteri dan anak baik di mata Hukum Indonesia.maupun di mata masyarakat sekitar.
c)    Pelecehan sexual terhadap kaum hawa karena dianggap sebagai pelampiasan nafsu sesaat bagi kaum Laki-laki.
Dengan demikian jika dilihat dari dampak-dampak yang ada semakin terlihat bahwasannya nikah siri lebih banyak membawa dampak negatif dibanding dampak positifnya.
Oleh karena itu untuk kaum hawa yang akan ataupun belum melakukan nikah siri sebaiknya berpikir dahulu karena akan merugikan diri kita sendiri. Bagaiamanapun suatu perkawinan akan lebih sempurna jika dilegalkan secara hukum agama dan hukum Negara

 Sumber referensi:
       
Disusun oleh: Khafidhotul Khasanah, Haryanik, Malahayati, Nur Hidayatur Riski, Nindya Fortuna Rahma, Nirmalawati Maulida

No comments:

Post a Comment