Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam SMA N 4 Pekalongan Tahun 2011-2012.
PERNIKAHAN SIRI
A. PENGERTIAN
Nikah
Siri, yaitu pernikahan yang dilakukan oleh wali pihak
perempuan dengan seorang laki-laki dan disaksikan oleh dua orang saksi, tetapi
tidak dilaporkan atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA).
Istilah nikah siri atau nikah yang dirahasiakan
memang sudah dikenal di kalangan para ulama. Hanya saja nikah siri yang dikenal
pada masa dahulu berbeda pengertiannya dengan nikah siri pada saat ini. Dahulu
yang dimaksud dengan nikah siri yaitu pernikahan sesuai dengan rukun-rukun
perkawinan dan syaratnya menurut syari’at, hanya saja saksi diminta tidak
memberitahukan terjadinya pernikahan tersebut kepada khalayak ramai, kepada
masyarakat, dan dengan sendirinya tidak ada walimatul-’ursy. Adapun nikah
siri yang dikenal oleh masyarakat Indonesia sekarang ini adalah pernikahan yang
dilakukan oleh wali atau wakil wali dan disaksikan oleh para saksi, tetapi
tidak dilakukan di hadapan Petugas Pencatat Nikah sebagai aparat resmi
pemerintah atau tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama
Islam atau di Kantor Catatan Sipil bagi yang tidak beragama Islam.
Nikah
Siri dalam pandangan masyarakat mempunyai tiga pengertian :
a) Pengertian Pertama : Nikah Siri adalah pernikahan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa wali dan saksi. Inilah pengertian yang pernah
diungkap oleh Imam Syafi’I di dalam kitab Al Umm 5/ 23, “ Dari Malik dari
Abi Zubair berkata bahwa suatu hari Umar dilapori tentang pernikahan yang tidak
disaksikan kecuali seorang laki-laki dan seorang perempuan, maka beliau
berkata, “Ini adalah nikah siri, dan saya tidak membolehkannya, kalau saya
mengetahuinya, niscaya akan saya
rajam (pelakunya)”.
Atsar di atas dikuatkan dengan hadist Abu
Hurairah ra, “Bahwa nabi Muhammad saw melarang nikah siri” (HR at Tabrani di dalam al Ausath dari
Muhammad bin Abdus Shomad bin Abu al Jirah yang belum pernah disinggung oleh
para ulama, adapaun rawi-rawi lainnya semuanya tsiqat (terpecaya) (Ibnu
Haitami, Majma’ az-Zawaid wal Manbau al Fawaid (4/62) hadist 8057)
Pernikahan Siri dalam bentuk yang pertama ini hukumnya tidak sah.
b) Pengertian Kedua : Nikah Siri adalah pernikahan yang dihadiri oleh wali dan dua
orang saksi, tetapi saksi-saksi tersebut tidak boleh mengumumkannya kepada
khayalak ramai. Para ulama berbeda pendapat tentang hukum nikah seperti ini
:
Pendapat Pertama : menyatakan bahwa nikah seperti
ini hukumnya sah tapi makruh. Ini pendapat mayoritas ulama, diantaranya adalah
Umar bin Khattab, Urwah, Sya’bi, Nafi’, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’I,
Imam Ahmad (Ibnu Qudamah, al Mughni, Beirut, Daar al Kitab al
Arabi,:7/434-435). Dalilnya adalah
hadist Aisyah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak sah suatu
pernikahan kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil” (HR Daruqutni dan al Baihaqi). Hadits ini dishohihkan oleh Ibnu Hazm di dalam
(Al-Muhalla:9/465).
Hadits di atas menunjukkan bahwa suatu
pernikahan jika telah dihadiri wali dan dua orang saksi dianggap sah,
tanpa perlu lagi diumumkan kepada khayalak ramai. Selain itu, mereka juga
mengatakan bahwa pernikahan adalah sebuah akad mu’awadhah (akad timbal balik
yang saling menguntungkan), maka tidak ada syarat untuk diumumkan, sebagaimana
akad jual beli. Begitu juga pengumuman pernikahan yang disertai dengan tabuhan
rebana biasanya dilakukan setelah selesai akad, sehingga tidak mungkin
dimasukkan dalam syarat-syarat pernikahan. Adapun perintah untuk mengumumkan
yang terdapat di dalam beberapa hadist menunjukkan anjuran dan bukan suatu
kewajiban.
Pendapat Kedua : menyatakan bahwa nikah seperti
ini hukumnya tidak sah. Pendapat ini dipegang oleh Malikiyah dan sebagian dari
ulama madzhab Hanabilah (Ibnu Qudamah, al Mughni:7/435, Syekh al Utsaimin,
asy-Syarh al-Mumti’ ’ala Zaad al Mustamti’, Dar Ibnu al Jauzi, 1428, cet.
Pertama:12/95). Bahkan ulama Malikiyah mengharuskan suaminya untuk segera
menceraikan istrinya, atau membatalkan pernikahan tersebut, bahkan mereka
menyatakan wajib ditegakkan had kepada kedua mempelai jika mereka terbukti
sudah melakukan hubungan seksual. Begitu juga kedua saksi wajib diberikan
sangsi jika memang sengaja untuk merahasiakan pernikahan kedua mempelai
tersebut. (Al Qarrafi, Ad Dzakhirah, tahqiq: DR. Muhammad al Hajji,
Beirut, Dar al Gharb al Islami, 1994, cet: pertama : 4/401) Mereka
berdalil dengan apa yang diriwayatkan oleh Muhammad bin Hatib al Jumahi,
bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Pembeda antara yang halal
(pernikahan) dan yang haram (perzinaan) adalah gendang rebana dan suara” (HR an Nasai dan al Hakim dan beliau
menshohihkannya serta dihasankan yang lain)
Diriwayatkan dari Aisyah ra, bahwasanya
Rasulullah saw bersabda: “Umumkanlah nikah, adakanlah di masjid, dan
pukullah rebana untuk mengumumkannya." (HR Tirmidzi, Ibnu Majah) Imam
Tirmidzi berkata : Ini merupakan hadits gharib hasan pada bab ini.
c) Pengertian Ketiga : Nikah Siri adalah pernikahan yang dilakukan dengan adanya wali
dan dua orang saksi yang adil serta adanya ijab qabul, hanya saja pernikahan
ini tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan Negara, dalam hal ini
adalah KUA.
B. PENYEBAB PERNIKAHAN SIRI
a) Faktor biaya, yaitu sebagian masyarakat khususnya yang
ekonomi mereka menengah ke bawah merasa tidak mampu membayar administrasi
pencatatan yang kadang membengkak dua kali lipat dari biaya resmi.
b) Faktor tempat kerja atau sekolah, yaitu aturan tempat
kerjanya atau kantornya atau sekolahnya tidak membolehkan menikah selama dia
bekerja atau menikah lebih dari satu istri.
c) Faktor sosial, yaitu masyarakat sudah terlanjur
memberikan stigma negatif kepada setiap yang menikah lebih dari satu, maka
untuk menghindari stigma negatife tersebut, seseorang tidak mencatatkan
pernikahannya kepada lembaga resmi.
d) Faktor – faktor lain yang memaksa seseorang untuk
tidak mencatatkan pernikahannya.
C. HUKUM
Pertama
: Menurut Syariat, Nikah Siri dalam
katagori ini, hukumnya sah dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam, karena
syarat-syarat dan rukun pernikahan sudah terpenuhi.
a) Hukum
pernikahan tanpa wali
Pernikahan
tanpa wali dilarang dalam Islam. Ketentuan ini
didasarkan pada hadits yang dituturkan dari shahabat Abu Musa bahwa Rasulullah
bersabda:
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.”
“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.”
b) Nikah
yang tidak dicatatkan pada lembaga catatan sipil negara
Pernikahan
semacam ini sah bila memenuhi rukun-rukun pernikahan, yaitu adanya wali, dua
orang saksi, dan ijab qabul. Nabi
telah mendorong umatnya
untuk mengumumkan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. Walimah
sangat dianjurkan walaupun hukumnya tidak sampai wajib (yakni sunah muakkad).
Banyak hal positif yang dapat diraih seseorang dari walimah, di antaranya untuk mencegah munculnya fitnah, (in mud,ihkan masyarakat memberikan kesaksian apabila ada persoalan yang menyangkut kedua mempelai, dan dimudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang memilih menikah atau belum.
Banyak hal positif yang dapat diraih seseorang dari walimah, di antaranya untuk mencegah munculnya fitnah, (in mud,ihkan masyarakat memberikan kesaksian apabila ada persoalan yang menyangkut kedua mempelai, dan dimudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang memilih menikah atau belum.
Kedua
: Menurut Hukum
di Indonesia dengan merujuk pada
RUU pernikahan
di atas, maka nikah siri semacam ini dikenakan sangsi hukum seiring
dengan perkembangan zaman dan permasalahan masyarakat semakin komplek, maka
diperlukan penertiban-penertiban terhadap hubungan antar individu di dalam
masyarakat. Maka, secara umum Negara berhak membuat aturan-aturan yang mengarah
kepada maslahat umum, dan Negara berhak memberikan sangsi kepada orang-orang
yang melanggarnya. Hal itu sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi : “Kebijaksanaan
pemimpin harus mengarah kepada maslahat masyarakat” (As
Suyuti, al Asybah wa An-Nadhair, Bierut, Dar al Kutub al Ilmiyah, 1993, Cet.
Pertama, hlm : 121).
Maka, dalam ini, pada dasarnya Negara berhak untuk membuat peraturan agar setiap orang yang menikah, segera melaporkan kepada lembaga pencatatan pernikahan. Hal itu dimaksudkan agar setiap pernikahan yang dilangsungkan antara kedua mempelai mempunyai kekuatan hukum, sehingga diharapkan bisa meminimalisir adanya kejahatan, penipuan atau kekerasan di dalam rumah tangga, yang biasanya wanita dan anak-anak menjadi korban utamanya.
Oleh karenanya, jika memang tujuan pencatatan pernikahan adalah untuk melindungi hak-hak kaum wanita dan anak-anak serta untuk kemaslahatan kaum muslimin secara umum, maka mestinya Negara tidak mempersulit proses pencatatan pernikahan tersebut. Wallahu A’lam.
Maka, dalam ini, pada dasarnya Negara berhak untuk membuat peraturan agar setiap orang yang menikah, segera melaporkan kepada lembaga pencatatan pernikahan. Hal itu dimaksudkan agar setiap pernikahan yang dilangsungkan antara kedua mempelai mempunyai kekuatan hukum, sehingga diharapkan bisa meminimalisir adanya kejahatan, penipuan atau kekerasan di dalam rumah tangga, yang biasanya wanita dan anak-anak menjadi korban utamanya.
Oleh karenanya, jika memang tujuan pencatatan pernikahan adalah untuk melindungi hak-hak kaum wanita dan anak-anak serta untuk kemaslahatan kaum muslimin secara umum, maka mestinya Negara tidak mempersulit proses pencatatan pernikahan tersebut. Wallahu A’lam.
Bagaimana
hukumnya kalau nikah tanpa diwakili kedua belah pihak keluarga, apakah sudah
sah menurut agama Islam?
Syarat
sahnya suatu pernikahan adalah dengan adanya wali dan dua orang saksi,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang “Artinya,
tidak sah nikah seseorang kecuali dengan dihadiri wali dan dua orang saksi yang
adil”.
Akibat
hukum
dari nikah siri itu sendiri adalah:
a) Sebagai seorang istri kita tidak
dapat menuntut suami untuk memberikan nafkah baik lahir maupun batin.
b) Untuk hubungan keperdataan maupun
tanggung jawab sebagai seorang suami sekaligus ayah terhadap anakpun tidak ada.
“seperti nasib anak hasil dari pernikahan yang dianggap nikah siri itu, akan
terkatung-katung.Tidak bisa sekolah karena tidak punya akta kelahiran.
Sedangkan, semua sekolah saat ini mensyaratkan akta kelahiran,”
c) Dalam hal pewarisan, anak-anak yang
lahir dari pernikahan siri maupun isteri yang dinikahi secara siri, akan sulit
untuk menuntut haknya, karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya
hubungan hukum antara anak tersebut dengan bapaknya atau antara isteri siri
dengan suaminya tersebut.
D. DAMPAK PERNIKAHAN SIRI
Dampak Positif :
a)
Meminimalisasi
adanya sex bebas, serta berkembangnya penyakit AIDS, HIV maupun penyakit
kelamin yang lain.
b)
Mengurangi
beban
atau tanggung
jawab seorang wanita yang menjadi tulang punggung keluarganya.
Dampak Negatif :
a)
Berselingkuh
merupakan hal yang wajar
b)
Tidak
adanya kejelasan status isteri dan anak baik di mata Hukum Indonesia.maupun di
mata masyarakat sekitar.
c)
Pelecehan
sexual terhadap kaum hawa karena dianggap sebagai pelampiasan
nafsu
sesaat bagi kaum Laki-laki.
Dengan demikian
jika dilihat dari dampak-dampak
yang ada semakin terlihat bahwasannya nikah siri lebih banyak membawa dampak
negatif
dibanding dampak positifnya.
Oleh
karena itu untuk kaum hawa yang akan ataupun belum melakukan nikah siri
sebaiknya berpikir dahulu karena akan merugikan diri kita sendiri.
Bagaiamanapun suatu perkawinan akan lebih sempurna jika dilegalkan secara hukum
agama dan hukum
Negara
Disusun oleh: Khafidhotul Khasanah, Haryanik, Malahayati, Nur Hidayatur Riski, Nindya Fortuna Rahma, Nirmalawati Maulida
No comments:
Post a Comment